Pagi-pagi subuh benar Faiz anakku yang berusia 3,5 tahun, menggoyangkan tubuhku saat aku tertidur. Katanya, “Ayo bangun Pah, ke sawah!” Rupanya dia tahu kalau pagi ini adalah hari libur dan biasanya setiap hari libur aku selalu mengajak kedua anakku jalan-jalan pergi ke sawah yang terletak tidak jauh dari rumah kami. Seakan tidak mau kalah dengan kakaknya, dik Ezy anakku yang berusia 18 bulan ikut-ikutan membangunkan tidurku. “Pah, sawah ayooo!”
“Baiklah, tunggu sebentar ya. Berangkat ke sawahnya abis sholat subuh yaa.” Tanpa disuruh lagi, serentak kedua anakku langsung sholat. Tentu saja mereka sholat dengan caranya mereka masing-masing, ada yang menghadap utara dan ada juga yang langsung sujud. Lucu sekali, menyaksikan kedua anakku berjempalitan di lantai seakan sedang menirukan gerakan sholat. Semoga Tuhan bermurah hati memberikan poin atas semangat beribadah kedua anakku.
Terdapat satu hal yang dinanti-nantikan oleh kedua anakku kenapa mereka bersemangat sekali mengajak jalan-jalan ke sawah. Di sana, mereka hanya ingin melihat burung putih.
Saya bukanlah ahli burung atau zoologist, saya tidak tahu jenis spesies apakah burung tersebut. Kami hanya menamainya Burung Putih. Burung putih ini bentuknya menyerupai burung camar namun bentuk tubuh dan kakinya pipih memanjang dengan paruh panjangnya yang berwarna kuning. Walaupun ukurannya lebih kecil dari burung merpati namun bentangan sayapnya lebih lebar dari bentangan sayap burung merpati. Yang jelas burung putih tersebut bermunculan dari hutan mini yang berada di dekat sawah. (mohon maaf sebelumnya, sejauh ini saya berusaha mengabadikan gambarnya dengan camera handphone-ku namun belum ada yang bagus).
Setiap pukul 05.45 pagi, selama 10 menit lamanya, sekitar 200-300 burung putih akan terbang secara beriring-iringan ke arah timur melintasi sawah tempat kami biasa nongkrong.
Anakku tahu persis, jika kami dapat tiba di sawah dengan tepat waktu, kami akan menyaksikan kawanan burung putih yang terbang rendah melintasi tepat di atas kami berdiri. Sungguh menakjubkan menyaksikan kawanan burung terbang dengan lambatnya seakan-akan waktu terasa berhenti.
Semua bergembira saat burung putih terbang melintasi atas kepala kami. Dik Ezy melambaikan tangannya ke arah burung terbang. Sedangkan Faiz bertugas meneriaki burung putih yang tersesat terbang keluar dari rombongannya.
Namun, tak jauh dari tempat kami berdiri, saya melihat sepetak sawah yang terdapat sebuah papan pengumuman berisi pengumuman ‘Tanah Dijual’. Mungkin saja tak lama lagi akan bermunculan papan-papan pengumuman yang sama di setiap petak sawah yang tersisa. Mungkin 3-5 tahun lagi, seluruh sawah ini akan berubah menjadi kawasan perumahan. Sudah barang tentu, hutan mini tempat tinggal burung putih juga akan ditebangi dan berubah menjadi real estate, residence, atau griya-griya sebagainya. Jika sudah demikian, maka sudah tidak ada lagi pemandangan burung putih yang terbang rendah melintasi kami. Sampai kapan kenikmatan ini akan tetap berlanjut?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar