Saatnya yang muda memimpin

Ucapkan selamat tinggal pada partai-partai kadaluarsa dan tokoh politik bangkotan. Say go to hell pada mantan pejabat muka-muka lama yang ingin terus berkuasa kembali, maaf giliran anda telah habis! Telah jenuh kami menanti janji-janji yang selama ini kalian ucapkan saat kampanye dulu.
Kini giliran yang muda memimpin bangsa ini.

Kemenangan pasangan Hendrawan-Dede Yusuf yang keduanya berusia 42 tahun ini meraih suara 40,50% dalam Pilkada Jawa Barat 2008 mengungguli kandidat kuat lain yang jauh lebih senior di kancah dunia politik. Sebut saja Agum Gumelar, mantan perwira tinggi TNI malang melintang di berbagai bidang dengan pernah menduduki berbagai jabatan seperti Ketua Umum KONI, Menteri Perhubungan dan Menko Polkam, walaupun didukung oleh partai besar macam PDIP dan PPP hanya mampu meraih suara sebesar 34,55%. Sedangkan calon lainnya Danny Setiawan, Gubernur Jawa Barat Periode 2003-2008 yang dicalonkan oleh Partai Golkar dan Partai Demokrat hanya meraih posisi bontot dengan suara sebanyak 24,95%.

Di belahan dunia lain, semangat untuk lahirnya pemimpin muda juga dirasakan di negara Paman Sam. Sebut saja Barrack Obama, Senator dari Illionis berkelahiran Agustus 1961 disebut-sebut sebagai calon presiden Amerika Serikat mendatang. Selangkah lagi, Obama diperkirakan akan mengalahkan Hillary Clinton kandidat kuat dari Partai Demokrat untuk bersaing dengan John Mc Cain-kandidat utama dari Partai Republik dalam kompetisi akhir memperebutkan kursi kepresidenan.

Terlepas dari pribadi pemimpin muda sebagaimana dicontohkan di atas, hal yang perlu dicermati adalah harapan masyarakat luas yang telah jengah menginginkan adanya perubahan setelah sekian lama dinanti tak kunjung.

Kalangan 'senior' harus punya kearifan merelakan kalangan muda untuk memimpin. Diakui atau tidak, seiiring dengan liberalisasi informasi saat ini tersedia banyak stok generasi muda yang cerdas, ambisius, potensial dan mengembangkan nilai-nilai baru dalam kehidupan. Namun entah kenapa, masih terdapat ‘senior’ yang menghambat aspirasi ‘yuniornya’ dengan menganggap mereka belum siap untuk memegang tanggung jawab lebih besar.

Dibutuhkan energi untuk bersikap legawa dari ‘senior’ menerima keadaan lingkungan telah jauh berubah dibandingkan kondisi sewaktu pertama kali diangkat sebagai pemimpin. Sejarah membuktikan proses suksesi di Indonesia ditempuh dengan jalan kekerasan. Sejarah juga membuktikan bahwa Sumpah Pemuda, kemerdekaan Indonesia dan Reformasi 1988 merupakan karya para pemuda yang mengambil paksa kekuasaan dari tangan para ‘senior’ yang telah menikmati kemapanan.

Tidak ada mekanisme uji kepemimpinan paling ampuh untuk membuktikan kapabilitas seseorang layak menjadi pemimpin selain melalui seleksi alam. Krisis sosial akan menjadi semacam proses kristalisasi, yang memunculkan generasi-generasi yang tangguh pada eranya. Namun hal ini perlu diimbangi oleh mekanisme 'leader out' untuk mencegah lahirnya para pemimpin yang kadung mapan yang telah jauh terjerumus oleh sistem yang tidak memberikan faedah secara signifikan bagi konstituennya.

Tidak ada pilihan lain bagi bangsa ini untuk menata mekanisme ‘leader-in’ dan ‘leader-out’ tanpa kekerasan. Untuk membahas hal ini tidaklah cukup diserahkan kepada segelintir orang yang terpilih sebagai anggota DPR, mengingat mereka tidaklah murni menyuarakan hati nurani karena mereka adalah membawa misi kepentingan golongan yang menjadi kendaraan politiknya. Tentu saja sejumlah partai politik yang nota bene dimiliki oleh para ‘senior’ merasa keberatan untuk meloloskan calon independen dalam Pemilu karena terdapat kekhawatiran tidak bisa mengendalikan para calon independen.

Jika mekanisme ‘leader-in’ dan ‘leader-out’ tidak dibangun mulai dari saat ini, dikhawatirkan akan selalu terulang proses suksesi di Indonesia yang harus ditempuh dengan jalan kekerasan. Siapa lagi yang harus menjadi korban selain rakyat kecil. Telah lama mereka menunggu godot datangnya ratu adil.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Wah..., maaf, yang muda belum sempat promosi ya... Sabar....