Khayalan Menjadi Kaya

Bosan.... seharusnya aku tidak di sini. Mungkin pada saat seperti ini tidur-tiduran di rumah terasa menyenangkan namun musykil untuk dilakukan karena aku bukanlah tuan bagi diriku sendiri. Kewajibanku kepada pihak majikan, memerintahkan aku harus berada di kantor dari pagi hingga sore walaupun seluruh pekerjaan praktis sudah diselesaikan pada pagi hari ini.

Baik, untuk saat ini aku perlu minta maaf yang sebesar-besarnya kepada ‘Bos’ karena terpaksa mencuri waktu kerjaku hanya untuk berkhayal menjadi orang kaya……
Seandainya saja aku mendapat undian berhadiah uang kas sebanyak dua miliar. Agar supaya uang tersebut bisa kunikmati selamanya, rencananya uang sebanyak itu akan ditanamkan dalam berbagai bentuk portofolio. Seratus juta aku simpan dalam tabungan, dua ratus juta dalam deposito, tiga ratus juta aku percayakan pada manajer investasiku untuk diinvestasikan dalam bentuk saham, lima ratus juta dalam reksadana, dua ratus juta buat modal usaha istriku, tiga ratus juta aku bangun properti untuk disewakan, dua ratus juta aku belikan kendaraan umum, lima ratus juta buat modal jadi rentenir plus anggaran buat gaji pengacara dan jasa debt collector….

Stop!!! Kok uang segitu banyak baru cukup untuk investasi saja, mana jatah buat senang-senang. Kalo begitu tambah lagi deh uang khayalanku menjadi sepuluh miliar. Nah, ini baru cukup, coba hitungan tadi dilanjutkan yuk!
Tiga ratus juta buat beli Nissan X-trail, delapan ratus juta buat bangun rumah di kawasan Timoho, seratus juta buat bikin kolam renang pribadi, tiga ratus juta buat jalan-jalan ke luar negeri selama sebulan, seratus lima puluh juta buat ongkos ONH Plus-plus sekeluarga, dua ratus juta buat beli seperangkat home theater, enam ratus juta buat anggaran pendidikan anakku sampai lulus kuliah di luar negeri, satu miliar juta buat biaya rekaman lagu dan promo album, lima miliar buat modal nyalon walikota, dua ratus juta buat nraktir temen-temen kantor pamitan pensiun dini hehehe, satu miliar juta buat beliin rumah istri muda sebagai hadiah bulan madu hemmmm....

Lo, kok orientasinya ingin berbuat aneh-aneh. Plis deh, coba renungkan apakah keinginanmu itu sudah cukup untuk bisa membahagiakan orang-orang terdekatmu. Jawabannya relatif, bisa ya tapi bisa jadi tidak sama sekali. Kok bisa? Bukannya seluruh cita-cita yang barusan ditulis hanyalah mewakili keinginanku semata belum mengakomodir aspirasi seluruh anggota keluargaku.

Kalo begitu, aku perlu minta maaf lagi kepada ‘Bos’ atas penyelewengan waktu kerjaku digunakan untuk menuliskan daftar keinginan seluruh anggota keluargaku.
Berikut daftar keinginan anggota keluargaku setelah dilakukan wawancara imajiner lima menit sebelumnya;
Istriku : “Buat modal buka butik. Tapi awas, ngga’ boleh kawin lagi!!! :( “
Faiz : “Benerin roda sepeda yang rusak kelindes roda mobil papahnya.”
Ezy : “Papuaah… mpuuu halaa (bahasa bayi = memelihara kucing aja yuuk).”

Dasar bayi, punya uang banyak kok orientasi cuman buat memelihara kucing doang. Tapi apapun aspirasinya poko’nya semua harus dipenuhi, la wong namanya juga orang kaya.

Tak terasa waktu telah menunjukkan jam 16:30 berarti jam kerja kantor telah berakhir. Di luar jendela, terlihat cahaya matahari sore masih demikian terangnya. Baru kusadari, setelah beberapa hari terakhir tugas-tugas dikantor memaksaku menjalani pola hidup P4 alias Pergi Pagi Pulang Petang. Ternyata bisa pulang di saat hari masih sore merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagiku. Terdapat kenikmatan tersendiri mendapatkan kesempatan bisa bertemu dengan anak-anak sepulang dari kantor setelah sekian lama aku hanya bisa menyaksikan mereka telah tertidur setiba aku pulang dari kantor.

Di balik keterbatasan manusia untuk menggapai seluruh keinginannya tersembunyi terdapat kebahagiaan yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang pernah merasakan kehilangan atas suatu nikmat. Di balik keterbatasan penghasilanku ternyata terdapat kesenangan tersembunyi di saat aku dan istriku menerapkan disiplin mengalokasikan anggaran belanja keluarga sehingga pada akhirnya kami dapat membelikan barang-barang idaman. Menjadi bahagia tidaklah selalu identik dengan menjadi orang kaya.

Merasakan arti kebahagiaan tergantung dari sisi mana kita memandang suatu permasalahan. Sebagaimana memandang gelas yang setengahnya berisi air, pada sudut pandang yang berbeda bisa jadi kita memandang gelas yang sama tersebut dalam kondisi setengahnya kosong. Orang yang merasakan keberadaan air yang tersisa separuh isi gelas, baru dapat mensyukuri nikmatnya meminum sisa air yang masih tersisa di dalam gelas. Berbeda dengan orang yang memandang pada sisi gelas yang kosong, ia akan merasakan kekurangan dan terus merasa kekurangan seberapa banyakpun air dituangkan dalam gelas. Orang yang tidak bisa mensyukuri atas sesuatu yang ada tidak bisa merasakan kebahagiaan.

Sore ini aku merasa bahagia atas segala sesuatu yang baru dimiliki. Di atas sepeda motorku yang melaju pulang ke rumah, aku telah melupakan semua khayalan menjadi kaya.

1 komentar:

S.Hidayat mengatakan...

Panggilannya siapa mas? Syahrial or Hidayat? Entah kebetulan atau takdir (?), saya koq tiba2 nyasar ke blognya mas ya??? Kalau saya panggil saja Hidayat. Tadinya saya pengen buat blog atas usaha yang sedang saya bangun sama teman2. Waktu nyoba buka blogger.com, eh... ternyata ada blog saya (yg dulu pernah saya buat). Dan saya liat, ada satu komentar, persisnya satu2nya ya dari mas syahrial ini hehehe. Jujur, saya masih gaptek dengan blog, jadi sekarang masih liat2 punya orang. Kebetulan gaya tulisan mas syahrial ini saya suka. Mungkin nasibnya agak2 mirip ya??? Btw, thx ya mas atas komennya. Mudah2an saya bisa develop blog saya lebih baik. Wass-Hidayat